top of page
Search

Imposter Syndrome, Selalu Ragu Akan Pencapaian Diri

Prixa.ai - 10 Maret 2022

Ditulis oleh Kumara Anggita

Imposter syndrome atau selalu ragu atas pencapaian diri

Prixa, Jakarta - Mencapai sesuatu yang diingin-inginkan dengan usaha sendiri seharusnya buat seseorang bahagia dan puas. Namun ternyata ada lho orang yang justru malah merasakan hal yang sebaliknya. Ini disebut dengan imposter syndrome.


Imposter Syndrome adalah pola ketika seseorang terus mempertanyakan kemampuan, prestasi, bakatnya sendiri. Biasanya ini terjadi pada dia yang berprestasi dan lebih sering terjadi pada perempuan.


Ia mungkin akan bertanya-tanya dan meragukan dirinya. "Apakah aku benar-benar pantas mendapatkan penghargaan tersebut? Nampaknya saya menipu banyak orang karena mungkin saya hanya beruntung".


Tanda-tanda Imposter Syndrome

Dikutip dari Very Well Mind, ada beberapa karakteristik seseorang memiliki imposter syndrome antara lain:

  1. Tidak bisa secara realistis menilai kompetensi dan keterampilan diri sendiri

  2. Suka menghubungkan kesuksesan atau prestasi yang kamu dapat dengan faktor eksternal -Takut tidak sesuai ekspektasi

  3. Berprestasi secara berlebihan

  4. Suka sabotase kesuksesan sendiri

  5. Berekspektasi terlalu tinggi dan kecewa ketika gagal

Penyebab Imposter Syndrome

Ada beberapa hal yang bisa memicu imposter sydrome atau memperburuknya seperti:


Lingkungan masa kecil dan pengaruh orang tua

Orang tua mungkin menuntut anak untuk berprestasi, suka membandingkan dengan saudara lain, terlalu mengendalikan, protektif, dan suka mengritik kesalahan dengan tajam.


Kepribadian

Beberapa orang memang sudah memiliki kecenderungan perfeksionis, memiliki skor yang lebih tinggi pada ukuran neurotisme, atau memiliki skor yang lebih rendah pada ukuran kesadaran. Hal ini bisa menguatkan kecenderungan imposter syndrome.


Tanggung jawab baru

Masuk ke karier atau lingkungan akademis baru bisa membuat beberapa orang merasa tidak pantas.

Ketakutan-ketakutan tidak bisa memenuhi harapan pun bisa muncul dan ini bisa memperkuat perasaan palsu yang tidak sehat.


Mengapa Imposter Syndrome lebih sering terjadi pada perempuan?

Imposter Syndrome memang terjadi karena berbagai faktor. Namun, ternyata bias gender dan rasisme seringkali juga berperan.


Penelitian dari PubMed Central menunjukkan bahwa perasaan ini cenderung lebih sering muncul pada perempuan dan orang kulit berwarna. Dengan kata lain, ini sering terjadi pada orang-orang yang umumnya kurang terwakili dalam lingkungan profesional.


Bias yang dirasakan membuat seseorang mungkin jadi bekerja lebih keras supaya keberadaanmu bisa dianggap. Stereotip yang sudah ada di kehidupan profesional, pada akhirnya membuat seseorang jadi lebih fokus pada kesalahan dan meragukan kemampuannya sendiri.


Tipe Imposter Syndrome, Kamu yang Mana?

Ketika kamu ragu akan dirimu, bukan berarti kamu pasti mengalami Imposter Syndrome ya. Namun, kamu mungkin ingin tahu tipe-tipe Imposter Syndrome seperti apa, barangkali kamu salah satunya.


Perfeksionis

Kamu merasa apa yang kamu kerjain tidak pernah cukup memuaskanmu karena kamu maunya sempurna. Hasilnya, kamu stres dan memiliki kecemasan tinggi.


Superhero

Kamu sering banget gak puas dengan pemahamanmu sehingga kamu berkerja keras untuk meningkatkannya. Bagus memang berkembang, tapi sesungguhnya kamu jadi meremehkan diri sendiri padahal sudah cukup ok.


The natural genius atau jenius alami

Mereka biasanya memiliki ekspektasi terlalu tinggi terhadap dirinya sendiri. Saat tidak kesampaian, hancurlah akhirnya perasaan.


Solois

Kamu suka apa-apa sendiri temasuk saat konteksnya bekerja. Kamu ngerasa bahwa harga dirimu terbangun dari produktivitas semata, minta bantuan menurutmu adalah sebuah kelemahan.


Cara menghadapi Imposter Syndrome

Tentunya ada cara yang bisa membuat kamu jadi sadar tentang masalah ini. Perlu dipahami, mecetak lebih banyak prestasi bukanlah cara yang bisa memperbaiki situasi. Dikutip dari healthline kamu bisa mencoba beberapa strategi yang bisa mengarahkanmu menjadi lebih baik seperti:


Mengakui perasan

Menyadari bahwa kamu mengalami masalah ini adalah langkah awal yang bisa sangat membantu. Jangan denial dan akui perasaanmu yang sesungguhnya. Menemukan jawaban ini sendiri mungkin sulit, karena itu kamu bisa coba berbicara dengan teman atau mentor yang kamu percaya untuk melihat konteks secara lebih objektif, membagikan perasaan palsu tersebut agar kamu tidak overwhelmed, atau berkonsultasi dengan psikolog.


Bangun koneksi

Jangan simpan semuanya sendiri dan mulailah untuk membangun koneksi dengan orang lain yang kamu bisa percayai. Mereka bisa memberikan dukungan, bimbingan, dorongan untuk tumbuh, dan memvalidasi kekuatanmu.


Cross-check perasaan

Perasaan palsu ini perlu disaring dengan pikiran yang jernih. Saat itu muncul, coba tanyakan apakah ini berdasarkan fakta atau bukan. Cari bukti untuk melawannya.


Jangan bandingkan dengan orang lain

Penting untuk diingat bahwa kamu tidak selalu bisa melakukan semuanya. Percayalah bahwa kamu unik, begitu juga dengan orang lain.


Ketika orang lain mungkin lebih jago melakukan sesuatu, jangan berkecil hati dulu. Jadikan pengalaman ini sebagai jalan untuk belajar bukan untuk merendahkan diri sendiri.


Bila kamu merasa sulit untuk memproses perasaan itu sendiri dan butuh bantuan untuk mencari solusi, kamu bisa memanfaatkan layanan telekonsultasi terbaru Prixa dengan psikolog. Ceritakan semua keluh kesahmu hanya dengan klik tombol dibawah.


Referensi:

Harvard Business Review. Diakses pada 2022. Stop Telling Women They Have Imposter Syndrome


Very Well Mind. Diakses pada 2022. What is Imposter Syndrome?


Healthline. Diakses pada 2022. You're Not a Fraud. Here's How to Recognize and Overcome Imposter Syndrome

 

Curhat dan cari solusi dengan prixa sekarang










0 views0 comments